Labels

Hendi Rusli's Blog Founded on October, 2008

Monday, April 2, 2012

Perjanjian Lama dan Universalitas Allah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, universal dapat diartikan sebagai sesuatu yang bersifat umum, berlaku bagi semua orang atau untuk seluruh dunia. Terkait dengan teologi, menurut Browning,[i] universalisme merupakan kepercayaan bahwa semua manusia pada akhirnya akan mendapat bagian dalam keselamatan yang adalah anugerah Allah. Dalam Alkitab sebenarnya banyak bagian-bagian yang berbicara mengenai sifat universal Allah kepada semua umat manusia. Meskipun memang pada bagian-bagian lain terdapat juga nada-nada eksklusif yang menunjukkan superioritas umat Allah.

Dalam kisah Kejadian 12 khususnya ayat 1-3, terlihat unsur universal Allah atas bangsa-bangsa lain di seluruh muka bumi. Jika diamati sepintas bagian ini memang terlihat sangat bersifat partikular. Allah mengikat perjanjian dengan Abraham sebagai seorang pribadi – bukan dengan sekelompok komunitas, seperti keluarga, suku atau bangsa. Tetapi, melalui Abraham inilah Allah akan mencurahkan berkatnya atas bangsa-bangsa di seluruh muka bumi dan memulai sejarah bagi seluruh bangsa di bumi. Menurut Lempp,[ii] dalam sejarahnya terkadang bangsa Israel salah memahami tentang panggilan Allah kepada Abraham (Ul. 7:6-8, Amos. 3:2). Dan bahkan gereja Kristen memalsukan dan memutarbalikkan panggilan Allah itu hanya kepada gereja yang sifatnya egois dan partikular. Perjanjian Lama sendiri sebenarnya tidak pernah memaksudkannya demikian. Dalam Kejadian 12:3 jelas dikatakan bahwa pemilihan dan pengistimewaan Abraham diadakan sebenarnya untuk menyatakan kasih universal Allah kepada semua bangsa di muka bumi: “dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”. Dari sini dapat ditafsirkan bahwa Abraham hanya sebagai alat yang dipakai Tuhan untuk menandakan keselamatan yang dari Allah itu di hadapan segala bangsa.

Di sisi lain, kita juga dapat melihat bahwa melalui seruan para nabi tercermin keselamatan universal yang ditujukan untuk semua bangsa. Misalnya, doa raja Salomo[iii] ketika ia memohon kepada Tuhan apabila ada bangsa lain datang beribadah dalam Bait Allah yang didirikannya. Dalam 2 Tawarikh 6:32-33 dicatat demikian, “Juga apabila seorang asing, yang tidak termasuk umat-Mu Israel, datang dari negeri jauh oleh karena nama-Mu yang besar, tangan-Mu yang kuat dan lengan-Mu yang teracung, dan ia datang berdoa di rumah ini, maka Engkau pun kiranya mendengar dari sorga, dari tempat kediaman-Mu yang tetap, dan kiranya Engkau bertindak sesuai dengan segala yang diserukan kepada-Mu oleh orang asing itu, supaya segala bangsa di bumi mengenal nama-Mu, sehingga mereka takut akan Engkau sama seperti umat-Mu Israel, dan sehingga mereka tahu, bahwa nama-Mu telah diserukan atas rumah yang telah kudirikan ini.” Orang asing yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang di luar bangsa Israel, bukan keturunan Yahudi, dan mereka bukan beragama Yahudi tentunya, namun menyembah satu Allah yang juga disembah oleh orang Yahudi. Mereka tetap dapat datang kepada Allah yang diimani oleh umat Israel. Ini menunjukkan bahwa Allah yang disembah Salomo adalah Allah universal yang dapat dihampiri oleh siapa pun, yang juga memberi berkat kepada semua bangsa.
Pernyataan universal dari Perjanjian Lama dapat juga kita lihat dari kisah Rut. Ia adalah seorang bangsa asing dari Moab yang percaya kepada Tuhan, yang kemudian diterima oleh bangsa Israel bahkan menjadi nenek moyang raja Daud (Rut 4:18-22) dan Yesus (Mat. 1:1-17). Kitab Rut yang menurut Blommendaal ditulis setelah zaman pembuangan bermaksud untuk memprotes sikap eksklusif bangsa Israel yang pada waktu itu memang dipengaruhi oleh maraknya sinkretisme pada zaman Ezra-Nehemia (465-424 sM). Pada periode ini bangsa Israel mengambil keputusan bahwa orang-orang Israel tidak boleh bercampur dengan bangsa-bangsa asing, bahkan isteri-isteri dari bangsa lain diusir (bdk. Ezra 10:1-4).[iv]

Selain kitab Rut, kitab Yunus juga memberi indikasi sifat universal kasih Allah kepada bangsa-bangsa lain, serta memiliki maksud yang sama dengan kitab Rut yaitu melawan partikularisme di Yehuda pada abad 5 sM.[v] Meskipun beberapa ahli seperti Kramer[vi] misalnya, mengatakan bahwa tema besar dari kitab Yunus bukanlah mengenai universalime melainkan lebih kepada hubungan antara Allah dan nabi Yunus. Namun, dalam kitab Yunus tersirat unsur-unsur universal dari tindakan dan kasih Allah kepada bangsa Niniwe. Dalam kisah ini sangat jelas bahwa tindakan Allah dalam Yunus 3:10 menunjukkan belas kasihan dan keuniversalan kasih-Nya untuk menyelamatkan. Dari kisah ini ditekankan bahwa kasih Allah tidak terbatas hanya kepada umat Israel saja. Yunus yang tidak mau menjalani perintah Tuhan, dengan ia melarikan diri ke Tarsis (Yun. 1:3) justru membatasi kasih Allah yang universal. Mungkin juga dapat dikatakan bahwa Yunus mewakili sikap ekslusif partikular bangsa Israel. Allah ternyata tidak demikian, Allah menyatakan keselamatan kepada bangsa Niniwe bahkan menyelamatkan awak kapal dan para penumpang yang ada di kapal yang dinaiki Yunus (Yun. 1:14-16). Allah Yahwe yang dikenal oleh umat Israel adalah juga Allah bagi bangsa-bangsa lain, sebagaimana dikatakan dalam Yunus 1:14 bahwa awak kapal dan orang-orang di dalamnya berseru: “Lalu berserulah mereka kepada TUHAN, katanya: "Ya TUHAN, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa karena nyawa orang ini dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami darah orang yang tidak bersalah, sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki."


[i] Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 470.
[ii] Walter Lempp, Kitab Kejadian 5:1-12:3 (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 2009.
[iii] Elisa B. Surbakti, Benarkah Yesus Juruselamat Universal? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 12.
[iv] Jan van Twist, Pahit Menjadi Manis: Suatu Eksegese Kitab Rut (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 64-65.
[v] Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, terj. Naipospos (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 132.
[vi] A. Th. Kramer, Kitab Yunus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 8-9.